Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Senin, 18 Februari 2013

3 X kota tua = ?


 “akhirnya,,, kita pacaran juga semua! Cerita2…. ”
Celetuk zia pada saat mereka bertiga rumpi di line telephon.
Semenjak perpisahan SMA sudah satu setengah tahun mereka berpisah dengan kesibukan masing-masing namun tak menghentikan intensitas komunikasi tiga sekawan yang telah berteman sejak mereka SMP.
“aih,,, g nyangka ya, kita bisa pacaran juga? Deketan lagi jarak jadiannya? Ckckckc kompak banget dah kita! Hehehehe… g sia sia kalian jadi pasien aku. :P ”

Bangga zia sebagai calon psikolog yang telah merasa berjasa karena selama ini hanya dia yang siap membuka klinik konsultasi gratis untuk dua sahabatnya ini. Sementara qoik dan banip hanya tertawa menanggapi kebanggaan zia (tumben tanpa perlawanan.. )

 Semasa sekolah mereka bertiga mempunyai prinsip yang sama tidak ingin berpacaran, pacaran bagi mereka mempunyai kesakralan yang tidak bisa hanya dijalani dengan sederhana. Tapi meski demikian bukan berarti mereka tak mempunyai kisah asmara semasa sekolah dulu.

Kisah yang paling sederhana terlahir dari Zia yang semasa SMA dia hanya tertarik pada seorang laki-laki berkacamata, dan senang membaca buku. Ya… tapi Karena Zia seorang wanita, ia tidak bisa menindak lanjuti apa yang ia rasakan hanya sebatas mengagumi, sampai akhirnya itu semua terkikis sendiri setelah satu tahun mereka lulus SMA.  

Kisah kedua terlahir dari Banip yang seditikit lebih seru dari kisah asmara Zia (lebih tepatnya mengenaskan :p) semasa sekolah  Banip bukan laki-laki yang tak punya penggemar, ya,,, bisa dikatakan lebih dari satu lah penggemarnya, bahkan mungkin mas Untung (penjaga sekolah) juga ikut jadi penggemarnya banip?hehehe...  tapi dari beberapa penggemarnya Banip, wanita yang ia sukai tidak masuk didalamnya, lama gossip bahwa Banip menyukai wanita satu tingkat dibawah mereka. namun sayang, ia tak mendapati tanggapan dari rasa sukanya itu. yang nyantol malah adeknya wanita ini,,, heheh.. (pellet salah sasaran). Uniknya dibanding dua temannya Banip lebih dulu berpacaran dengan adek kelas yang namanya tiba-tiba muncul dalam kisah ini, tak lama setelah kelulusan Banip mengabari kedua temannya bahwa ia telah berpacaran, namun naas tak lama juga ia  mengabari bahwa ia telah putus! Hehehe. 
Sekali tiga uang Qo’ik pun mempunyai kisah yang hampir mirip dengan Banip, namun bedanya Qo’ik paling konsisten dengan wanita yang ia tentukan. Bayangkan saja, dari 1 SMP tanpa jeda ia menyukai wanita yang sama (meski diselingi beberapa wanita? Hehe..) perjuangan cinta dia jika di film kan lebih dramatis dibanding film Romeo & Juliet, tarik ulurnya lebih parah dibanding maen layangan, dan bahkan jatuh bangunnya lebih mellow dibanding yang dinyanyikan Kristina.

Selepas SMA kedekatan mereka lebih intens, karena setiap reunian mereka bertiga yang sudah dipastikan ada, ditambah m3 yang selalu memberikan bonus telepon. Qo’ik dan Banip sering sekali menceritakan banyak hal pada Zia meminta pendapat tentang bagaimana harus menghadapi seorang wanita, bagaimana membangun hubungan, dan selebihnya bisa dipertanyakan (dari yang penting bahkan sampai pada yang tidak penting sama sekali). Satu setengah tahun sudah mereka menetralkan diri dari masa transisi kisah asmara SMA ke masa dunia kampus.

“ya udah lah, kalau kamu gak dapati kejelasan dari kisah asmara SMA mu mulai lah dengan yang baru”
Nasihat Zia pada Qo’ik yang dirasa sangat alot untuk melepaskan bunga anggreknya (sebutan untuk wanita idamannya)
“ya, mungkin harus memulai dengan yang baru”
akhirnya deklarasi keputusan Qo’ik menemukan waktunya.
 “huft.. akhirnya” suara lega Zia yang merasa sangat lega karena dia tidak harus lagi mendengarkan kebingungan Qo’ik tentang satu wanita yang harus ia dengarkan setiap hari.
---000---
“hey,,, siapa duluan nie yang mau cerita?”
“ya kamu boleh lah Zi!”
Banip dengan bijak menyerahkan kehormatan pada Zia, satu-satu nya perempuan di antara mereka.
“ya,,, jadinya aku jadian sama laki-laki yang karakternya telah menundukan keluguanku. Kaka kelasku dikampus, awalnya kita dekat hanya sebatas adek kaka, namun entahlah takdir mengarahkan kita pada hubungan ini! Hehehe,,,  udah ceritanya, singkat! Giliran kalian… kamu nip!”
“gue lebih singkat nie ceritanya,,, waktu ditugasin ke Bogor gue ketemu sama seorang wanita yang meneduhkan semenjak pandangan pertama. insyaAllah nanti dia satu kampus sama kamu Zi, nitip ya? ”
“aih,,, siap bang! Hehehe… tinggal kamu Qo’ik. Laki-laki paling galau diantara kita bertiga.”
“hehehe… sial! Setelah melepas dengan segala kesulitannya, saya menemukan wanita sunda waktu acara yang khusus untuk putra/I sunda. Dia manis, karakternya unik, dan ya… semenjak dari acara itu saya tertarik untuk lebih dekat sama dia dan untungnya ini tak bertepuk sebelah tangan, setidaknya baru saat ini saya mendapatkan kejelasan dari seorang wanita. Hehehe…”
“hmmm,,,, untung kita kasmaran bareng-bareng ya? G kebayang deh kalau ada salah satu dari kita yang harus gigit jari ?! hehehe”
---000---
Akhirnya tiba pada saat mereka berada pada posisi “aman” (gak galau), pada beberapa masa pembicaraan mereka bukan lagi kebingungan bagaimana cara menghadapi rasa kegelisahan mereka, tapi semua pembicaraan mengarah pada kebahagiaan, dan saling pamer tentang keromantisan pasangan masing-masing.
“besok aku mau jalan-jalan dong! Keliling Jakarta.. ”

Bangga Zia memamerkan kegiatan bersama pacar pertamanya saat mereka berkirim pesan.
Esok hari, Kota Tua menjadi pilihan pertama Zia dan pacarnya untuk berkeliling Jakarta. Zia sangat antusias dalam perjalanan ini, maklumlah sudah hampir 20 tahun hidup di Indonesia belum pernah dia menginjak Monas dan Kota Tua, kalah sama bule-bule.

Kota Tua merupakan saksi sejarah kota Jakarta, dibalik arsitektur bangunan yang mengagumkan menyimpan “misteri” akan peristiwa sejarah di masa lampau, begitupun Zia yang mencoba mengukir sejarahnya ditempat eksotis ini, mereka berfoto-foto  menghabiskan setengah hari dari perjalanan, lalu dilanjutkan menuju Istiqlal dan Monas, pada saat itu mereka banyak membicarakan tentang masa depan seakan hubungan ini tak akan pernah berakhir, hanya membayangkan tentang keabadian.

Selang beberapa hari setelah dari Kota Tua, dunia keabadian yang mereka ciptakan seakan menemukan titik pangkalnya, segalanya berakhir dalam satu kata “PUTUS!”
“nip, iq… aku putus… help me! T.T” 
jari Zia memencet pasti tulisan “SEND” , tanpa melihat layar kembali.
Tak harus menunggu lama HP Zia berbunyi.
 “koq bisa? Kenapa?”
saking kompak nya mereka, memberikan jawaban yang sama.
“ga tau,,,, nanti aku ke Bandung, siapin waktu!”
 “siip! Ok!”
lagi, jawaban kompak mereka.
---000---
“Dimana Zi?”
 “Ciputat, knp?”
 “nanti Dinda saya kesana, mau nyari kosan. Kosan kamu kosong kan?”
”ya, kosan bareng sama aku aja. Jam berapa? Biar aku jemput..”
 “siangan lah..”
”ok, sms aja nip”
Dengan suasana yang dipaksa tenang, Zia legowo bahwa dia harus lebih dulu mengalami patah hati dibanding Qo’ik dan Banip yang masih hangat-hangatnya  kasmaran.
“Zi, dia udah nyampe kampus tuh, jemput…”
“siap, bung!”
Lagi, dengan ikhlas Zia melewati udara Ciputat yang  sangat panas, melangkahkan kaki yang dirasa menjadi sangat berat untuk melewati jarak antara kosan-kampus.
“Nda dmn? Aku udah depan kampus nie..”
“di akademik pusat  teh”
“owh ok, aku kesana. Kamu pake baju apa?”
“orange, nanti Nda ada dipas pintu teh”
Wanita tinggi, kurus, berkacamata itu sedang menunggu didepan pintu berlambang almamater yang tak lama lagi akan menjadi almamater wanita ini.

Tak perlu menunggu lama Zia sudah bisa menemukan Dinda dari sekian banyak kerumunan mahasiswa yang berada digedung akademik. Maklumlah, sudah menghabiskan hampir 4 semester mengasah kemampuan Zia untuk membedakan mana yang mahasiswa sama mana anak baru, dari segi penampilan pun sudah bisa di tebak cepat oleh Zia.
“hey, Nda… langsung aja yu kekosan? Ciputat udah kaya Kairo, panas banget… J
Tanpa basa-basi Zia langsung mengakrabkan diri. Zia selalu menganggap Dinda sebagai barang titipan sahabatnya jadi sebisa mungkin ia tidak membuat Dinda canggung.
“hmm,,, kapan Banip mau jenguk Nda?”
“gtw, tapi mungkin besok teh, katanya aa mau ngajak jalan-jalan”
“owh ya? Kemana?” 
(*kepo)
“gtw teh,,, mungkin Kota Tua”
Kota Tua? Hmmm,,, suram! (Dialog Zia dalam hatinya)
semenjak peristiwa terakhir dengan pacarnya Zia membuat penyakit baru dalam sejarah, ”Phobia Kota Tua”.
“jam berapa Banip mau datang nya?”
“gtw teh , mungkin pagi”
Krik krik krik… lama Zia tidak memberikan respon atas jawaban terakhir Dinda, dia hanya garuk-garuk kepala mendengar semua jawaban Dinda diawali “gtw”,
“ish,,, terus yang Nda tau apa?” (celetuk Zia dalam hatinya).
Pagi Ciputat masih meraba kehangatannya, ponsel Dinda sudah berbunyi panggilan telephon, terlihat Dinda mengangkat dan berbicara singkat. Di depan Dinda Zia menunggu penasaran menyelidiki siapa di ujung saluran sana?, tak lama Dinda melaporkan hasil pembicaraannya dengan orang yang Zia anggap misterius.
“teh , tadi aa telepon. Katanya udah Di Ciputat, nanti dia langsung jemput kesini”
“owh, manusia itu ternyata” puas Zia mengetahui siapa orangnya
“hah? Kenapa teh?”
“eh  gpp.. ya tunggu aja dulu, jam berapa kesininya? ”
dalam hati Zia mengancam, “awas aja nie kalau jawabannya pake gtw”
“gtw, teh… eh! Kan si aa udah di Ciputat, koq masih gtw ya? Hehehe..”
“hehe,,, dasar!”

Tak lama pintu terdengar suara nyaringnya diiringi oleh ucapan salam seorang laki-laki, dari suaranya mereka sudah bisa menebak itu adalah laki-laki yang sedang mereka tunggu, berbinar-binar Dinda langsung menuju cermin didepan kamar mereka, membetulkan kerudung dan langsung menuju pintu menjemput pangeran dibalik pintu.
“teh, nie aa dateng.. ” teriak Dinda
Meski tanpa binar-binar seperti apa yang Dinda rasakan, Zia langsung menuju ruang tamu menyambut sahabatnya itu.
“sendiri nip? Gak ngajak si Ko’iq”
“wuih,,,, itu beda agenda nanti, sekarang agenda rumah tangga dulu… J
melirik tanda kemenangan, meledek sahabatnya yang baru Jomblo.
“owh gitu?” jawab Zia ketus
“emang mau kemana?”
“Kota Tua Zi, nie Dinda ku mau tahu kota katanya…”
“owh, Kota Tua ya? Hmmm,,, kemaren si aku putus abis dari Kota Tua, kutukannya masih berlaku ga ya?”
Tak lama biji sukro mendarat dikepala Zia.
“sembarangan ngomong!”
“hahaha,,, ga usah segitunya kali, takut bener? :P”
tanpa menunggu Banip berpamitan Zia langsung kabur masuk kamar.
---000---
Semester lima ini Zia punya kebiasaan baru, sepulang dari kampus ia mesti mampir ke warnet sebelah kosannya, dengan alibi menghilangkan kejenuhan Zia sangat rutin melakukan ritualnya setiap hari.
Dilayar Face Book, Zia tiba-tiba muncul Chat baru.
“assl,,, Zia?”
“siapa ya? Hmmm,,,,”
Dari namanya Zia lupa-lupa ingat, mencoba terus mengingat deretan huruf yang membentuk nama itu, Zia terus meraba LTM nya (Long Term Memory). Ia terus mencoba informasi tentang orang yang baru menyapanya ini, dilihat foto, wall, dan terakhir informasi tentang si pengguna. Setelah melihat data-data yang ia butuhkan dan dengan perenungan beberapa detik, tak lama sebuah lampu muncul di atas kepalanya, menandakan bahwa ia menemukan jawaban.
“aha! Baru inget,, cewe nya Ko’iq! Ckckckc ”
“hey, Rahma! Sehat? Wa’alaikum salam..”
“salam kenal Zi, Alhamdulillah aku sehat. Lagi sibuk apa?”
“hehe,,, biasalah sibuk UAS, butek nie,, pengen jalan-jalan”
“ia, sama aku juga lagi UAS,jalan-jalan ke Bandung aja? Kita jalan bareng.. J
“wah,,, ia tuh aku mau banget ke Bandung, ada tempat yang harus aku kunjungi sebelum aku mati!hehe…”
“kemana? Tempat penting banget kayanya?”
“Kawah Putih”
“hah?”
“ga usah heran gitu, heheh,,, aku mau kesana dari dulu, tapi tiap kali ngajakin orang selalu banyak alasan, termasuk laki-laki mu itu”
“oh,,, muhun atuh di antos, nanti aku juga bilangin sama si akang”
“akang? Hmm,,, mentang-mentang ketemu di acara putra/I sunda, ampe panggilan nyunda banget.. -_-. Ok nanti aku ke Bandung kalau udah liburan”

Keasyikan chating, tiba-tiba mata Zia langsung menuju bill (waktu di warnet) menunjukan 59:00. Tanpa berpamitan Zia langsung menutup layar FB nya, dan mengklick kotak stop pada tampilan bill. Tak ingin tekor Zia hanya menjatahkan Rp. 3000 untuk warnet per hari nya, merasa aman untuk hari ini Zia langsung membayar  dan menuju kosan.

Masih dalam suasana BT, Zia duduk diruang TV memainkan remot TV. Bersaingan dengan suara TV yang seakan-akan sedang Zia tonton, suara ponsel Zia berbunyi terlihat dilayar pesan: Qo’ik.
“rute ke kota gimana?”
“mau kemana emang?”
“Kota Tua, biasa si eneng mau jalan-jalan kesana, mau cari angel yang bagus! B)”
“Ish….  Kota Tua lagi?”
Gerutu Zia dalam hatinya, sepertinya para calon Psikolog kini harus bersiap mencari treatment buat penyakit barunya Phobia Kota Tua.
“naek kereta aja ampe kota, langsung nyampe depannya”
“oke!”
“yakin ke Kota Tua?”
“iya, udah deh,,, kutukan mu itu g bakalan ngaruh buat kita…”
“jangan sombong, aku khawatir kutukan itu masih ada, jadi hati-hati yang bung! heheh”
“GAK BAKALAN!.”

Membaca pesan singkat terakhir Qo’ik seakan memberi kesenangan baru buat hari-hari menjenuhkan Zia. Tanpa menghiraukan Qo’ik yang secara tidak langsung memikirkan juga tentang kutukan Kota Tua, Zia menuju kamar dan menyiapkan diri untuk tidur siang.

Bandung
Sambil memegang ponselnya Qo’ik menghawatirkan apa yang dikatakan Zia “kutukan Kota Tua”. Ia tak mau jadi pengidap ke dua di Dunia penyakit baru Phobia Kota Tua setelah Zia. Qo’ik termasuk laki-laki yang paling khawatir patah hati.
“besok harus jadi, gak ada yang namanya kutukan Kota Tua, itu bisa-bisaan nya si Zia aja”
Tanpa ragu Qo’ik langsung mengetik pesan di ponselnya
“neng, besok akang jemput pagi ya… J
Klick SEND.
---000---
Liburan sudah tiba, akhirnya Zia bisa bernafas lega. Memikirkan jadwal liburannya Zia langsung memikirkan Bandung dan Kawah Putih, ia selalu mengidamkan hari-hari indah itu. Mengingat janjinya bersama Rahma ia langsung mencari ponsel untuk meminta Qo’ik mengirimkan nomor Rahma, namun belum selesai ia mengetik layar ponsel Zia berganti menjadi panggilan masuk dilayar tertulis “Banip”.
“kenapa nie anak?” heran Zia sambil memencet tombol hijau.
“assalamualaikum, kenape? Tumben telepon?”
“wa’alaikumsalam, konsultasi gratisnya masih buka? ”
“hhmm,,, kalau udah kaya gitu ada masalah dah berarti. Kenapa? Sini cerita”
“emang cewe suka ada jenuhnya ya dalam setiap hubungan? Saya putus Zi”

(Zlep moment)
Beberapa menit Zia tak berani mengeluarkan suaranya, bingung mau memberikan respon apa pada orang yang sedah patah hati? Ia sangat memahami betul tentang pepatah yang ia karang sendiri “semanis apapun yang kamu bicarakan pada orang yang patah hati, tetap saja itu akan menjadi pahit!
“ya,,, semoga ini jalan terbaik nip, mungkin dia hanya membutuhkan waktu untuk meyakinkan, maklumlah anak labil? heheh”
“hhmm,,, ya mungkin, semoga dia labil nya ga kelamaan.”
“ya, semoga! J
Tut,,, tut,,,, tut,,,,, telepon mati, mereka sudah terbiasa jika tiba-tiba telepon mati, itu resiko pengguna gratisan harus siap dimatikan kapan pun. Layar kembali pada ketikan Zia yang belum sempat terkirim, tanpa melanjutkan ketikannya Zia berpikir untuk pulang ke Cipanas terlebih dahulu sebelum ia berjalan-jalan, ia tak mau jadi Malin Kundang versi cewe sunda yang lupa rumah padahal sudah waktunya ia pulang.

Cipanas
Satu bulan sudah Zia menghabiskan harinya di Cipanas, kejenuhan mulai menggandrungi Zia yang pada dasarnya gampang jenuh. Ingat dengan rencana nya bersama Rahma wanitanya Qo’ik, bayangan kawah putih semakin dekat dan semakin tak sabar. Zia langsung menyambari ponsel kuningnya dan mencari nama Qo’ik.
“sms apa telepon ya?telepon aja deh mumpung gratis! Heheh..”
“Zia! Kebetulan kamu telepon, butuh kamu… ”
“Hmm,,,, kebiasaaan! Orang yang telepon situ yang cerita? Orang mau telepon tuh berarti ada yang mau di omongin, ini malah situ yang ngomong duluan?”
(terkadang Zia selalu jengkel dengan sahabatnya yang satu ini, kebiasaan buruknya yang selalu cerita pada orang yang mau cerita)
“maaf2, lagi crawded soalnya. Sok atuh kamu dulu yang ngomong”
“minta nomornya Rahma dong, mau nagih Kawah Putih nie”
“hmmm,,, itulah yang saya mau ceritakan, hubungan saya sama si Rahma lagi crawded nie, dia lagi deket lagi sama mantannya, gimana ya? ”
“hehehe,,,, ”
Untuk kejadian ini Zia tidak mengalami Zlep moment lagi seperti halnya peristiwa Banip bulan lalu, ia memikirkan tentang kutukan Kota Tua yang sempat dia hantui kepada dua sahabatnya itu.
“nanti kalau udah putus kasih kabar ya? hehehe”
“sial! Jangan sampe lah,,,, ”
“aku hanya ingin membuktikan tentang kutukan Kota Tua, kalau kamu orang ke tiga yang putus setelah Banip, berarti kutukan itu bener!”
puas Zia karena dia akan menemukan kekompakan bersama dua sahabatnya “Trio Single”. Sadar tak ada suara disebrang sana Zia langsung menghentikan tawanya dan bersikap sebagai konsultan cinta seperti biasa.
“ya,,, mau ga mau kamu yang harus mengambil sikap bung, kamu nahkoda nya jika salah pasangan kamu sudah mendayung di kapal yang lain, kamu harus kasih ia pilihan mau mendayuh dimana? Karena gak mungkin mendayuh di dua kapal yang berbeda”
“ya, nanti saya co..”
mati! Lagi2 pengguna gratisan harus bersabar dengan pembunuhan paksa komunikasi mereka.
Sambil terus tertawa ia langsung mengetik dengan jari lihai nya memberikan info ke sahabatnya yang lain.
“Qo’ik lagi galau, tunggu beritanya. Kalau dia beneran putus berarti kutukan itu emang ada! J
(SEND Banip)
Ciputat
Setelah kemarin cukup prihatin dengan peristiwa yang menimpa Qo’ik, Zia juga harus turut berduka karena rencananya ke Bandung mesti gagal, bayangan Kawah Putih terpaksa  sirna dalam pikiran Zia, karena kondisi hubungan Qo’ik dan Rahma yang sedang crowded. Sudah hampir seminggu ia tidak mengetahui kabar Qo’ik dan Banip termasuk tentang kutukan Kota Tua. Sibuk dengan urusan masing-masing, mereka tetap melanjutkan hidup tanpa melakukan ritual seperti biasanya ngerumpi di line telephon memanfaatkan gratisan m3, kelelahan setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam Zia tertidur lelap sampai mentari Ciputat kembali bersinar, alarm pukul 03.00 tak terdengar Zia karena saking lelapnya bahkan azan shubuh pun getaran suaranya tak sempat melewati gendang telinga Zia. Sangat pulas, sampai Zia terbangun oleh suara ring tone dari ponselnya.
“Qo’ik? Kenapa nie dia? Malem2 telephon… hah? Malem? “
Zia terkejut melihat deretan angka di ponselnya yang menunjukan pukul 06.15! tanpa menghiraukan panggilan dari Qo’ik Zia langsung melarikan diri menuju kamar mandi bergegas mengambil wudhu dan menunaikan shalat shubuh meski sudah sangat telat! Seusai shalat, setengah sadar Zia kembali mengececk ponselnya dan melihat panggilan masuk, tak memikirkan apakah dia mempunyai bonus atau tidak Zia langsung memencet tombol hijau yang menampilkan layar “memanggil Qo’ik”
“hey, kenapa?”
“kutukan itu bener zi!”
“hhmmm? Siapa yang putusin?”
(setengah sedih, namun dominan gembira. Akhirnya “Trio Single” resmi terbentuk!)
“saya, dia tidak pandai untuk menyembunyikan perahu yang lain. Ia tetap mendayung di dua perahu padahal ia telah memutuskan untuk tetap mendayung diperahu yang saya nahkodai”
“sabar ya, pasti ada wanita yang lebih baik yang sudah disiapkan untuk mu bung!”
“ia.. semo…”
(Tut tut tut……….. kembali pembunuhan komunikasi).
---000----
Semenjak terbentuknya Trio Single Zia, Qo’ik dan Banip kembali melanjutkan ritualnya untuk menghabiskan gratisan m3 di malam yang sacral malam minggu, malam yang biasanya di caci maki oleh para jomblo terkecuali Trio Single ini.
“ok, sekarang udah hampir satu tahun kita ngejalanin ritual ini. Sekarang saatnya kita ceritain lembaran baru kita! ”
Gagas Banip mengawali obrolan ritual. Semanjak putus dengan pasangan masing-masing, kisah asmara mereka tak berhenti sampai sana.
Banip yang masih ingin mempertahankan kisah asmaranya dengan Dinda terus mencoba memaklumi kelabilan Dinda yang terakadang membuat rasa cintanya maju mundur (bukan jatuh bangun).  Qo’ik pun tetap mempertahankan cinta lamanya namun ini cinta yang ia perjuangkan dulu, jika di film kan lebih dramatis dibanding film Romeo & Juliet, tarik ulurnya lebih parah dibanding maen layangan, dan bahkan jatuh bangunnya lebih mellow dibanding yang dinyanyikan Kristina, ya,,, anggreknya kini kembali bermekar dalam hati Qo’ik yang sempat ditumbuhi bunga liar sebagai pelarian atas keputus asaannya terhadap bunga anggrek yang tidak kunjung memberikan kepastian siap bermekar atau tidak dalam hati nya. Sedangkan Zia menemukan cinta barunya, teman SMA mereka kandidat yang mendadak muncul dalam kisah asmara Zia, yang tak seorang pun bisa menebak bahwa mereka akan menjalin hubungan termasuk Zia dan Pangeran Ionianisnya, meski dengan karakter yang sangat berbeda mereka mencoba membangun Negri ionianis dengan segala keharmonisan dalam indahnya perbedaan, kesederhanaan cinta namun penuh makna.
“ok, mulai sekarang Trio Single resmi di bubarin! Hehehe… sepakat bapak-bapak?”
“yo’i” (jawab kompak Qo’ik dan Banip)
 “dan kemungkinan besar kita bakal jarang ngelakuin ritual kita, ya ia lah…. Udah saatnya kita maming sama pasangan masing2! Ngerumpi mulu… ckckck”
celoteh Zia ikut meramaikan penutupan ritual sacral malam minggu Trio Single.
“ya,,, semoga kutukan kota tua berhenti sampe loe ik! Kasian pasangan yang lain kalau kutukan itu masih berlaku!”
“hehehe…. Sepakat2! Ok… kutukan kota tua pun resmi di cabut, hmm,,, tapi kalian pernah mikir gak sih? Kalau kita kompakan lagi sekarang?”
“kompak apaan Zi?” (Tanya Banip penasaran)
“kita bertiga LDRan, aku sama laki-laki ku nyebrang pulau, Banip Dinda Bandung- Ciputat, Qo’ik sama anggreknya Bandung-Bekasi!”
“eh, iya,,,,, kita kompakan lagi ya? Keren!” (senang Qo’ik menyadari ini)
“yah,,,, semoga gak ada kutukan LDRan! heheh”
“ZIA!!!!!!!!! STOP!!!!”
“hehehehe……. Takut banget sie jomblo?”
“tau ah!”
Tut tut tut……. (lagi m3 jail membunuh keceriaanTrio LDR).
---000---


0 komentar:

Posting Komentar