Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Sabtu, 12 Januari 2013


Catatan kerinduan antara duren, maranggi dan bubur t’gie

13 January 2013
:Mega Dharwis
Ini tentang kerinduan seorang anak pada sarang kedamaiannya, dimana dua bulan dirasa menjadi waktu yang sangat panjang dan sangat menjenuhkan. Tiba waktunya untuk melepas segala keluh kesah pada seorang ayah yang ia banggakan, meski sayup-sayup getar nada kerinduan selama ini mengalir dalam aliran jaringan signal telkomsel atau indosat, namun masih tetap tak bisa menghapus kerinduan seorang anak pada sarang kedamaiannya.
Kemarin aku datang dengan segala perjuangan, rintangan perjalanan yang harus ditempuh selama  delapan jam yang biasanya perjalanan hanya cukup ditempuh 3 jam! Owh itu sangat menjenuhkan kawan…  Longsornya tanah Puncak membuat perjalananku memutar 180 derajat pada jalur alternative lain Jonggol. Hmmm,,, ini sebenarnya biasa, karena jika weekend jalur Jonggol akan menjadi pilihan bagi para pengendara yang menghindari kepadatan Puncak, yang tidak biasa adalah jalur alternative kali ini menjadi pilihan semua orang. Hahaha,,,,, perjuangan belum seberapa kawan, sesampainya di Cianjur aku dijemput oleh kaka laki-laki ku dan keluarga mungilnya. ditengah perjalanan jalur menuju Cipanas ditutup,  entah kami tak tau alasannya. Maka kami langsung menuju jalur alternative  yang lebih sangat memutar, jalur pesawahan yang lagi-lagi ternyata ini menjadi pilihan semua orang.  Keluar jalur alternative kembali kami harus tertahan oleh antrian mobil yang berhenti karena ada kabel listrik yang meledak disebabkan oleh pohon tumbang. Arrrgghhh….! Lagi-lagi aku harus mengusap dada menghadapi suasana yang menjengahkan ini, untung senyuman keponakan kecilku sedikit menjadi penghibur dalam mobil tua kami. Tanpa menunggu lama kami langsung mengarahkan mobil pada jalur alternative lain (lagi-lagi ini menjadi pilihan semua orang) sangat padat.
Tepat pukul 16:50 aku sampai disarang kedamaianku, bau kerinduan begitu dekat dengan gelora ketidak sabaranku untuk bertemu ayahanda dan keluarga ku yang lainnya. Seakan sudah lebih dari dua bulan aku meninggalkan tanah ini, banyak yang berubah. Langkah kaki menjadi tidak tenang lagi, kupercepat untuk menemukan rumah yang aku rindukan, seperti sedang mempersiapkan diri untuk menanti kedatangan anaknya, abi berada diteras depan, meski tak ada letupan kembang api atau petasan namun sambutan ini sangat menenangkan, pertemuan yang sudah dinantikan. Menyambutku orang rumah pun segera mengerumuni teras dan meramaikan suasana sore Cipanas pada saat itu. Tanpa basa-basi aku langsung memposisikan diri sebagai seorang anak yang rindu dimanjakan, sekejap kedewasaanku luntur. “bi,,, mega punya targetan nie selama tiga hari dirumah, ada tiga makanan yang mega pengen”  dengan serempak keluarga ku bertanya “apa?” dengan muka yang penuh harap aku langsung menjawab “maranggi, duren, sama bubur t’ghie!” hahaha….. semua orang hanya menggelengkan kepalanya, ya mungkin mereka merasa kedatanganku hanya membuat mereka susah… hehehe,,, dan tak lama aku langsung menodong abi tuk segera memenuhi keinginanku “jadi kapan bi?”.
Hari pertama kedatanganku tentu keinginan yang aku list tak bisa dilaksanakan karena dirumah sudah sangat banyak makanan yang dimasak oleh kakak perempuan kesayanganku t’gie, tangan ajaibnya selalu saja menyulap bahan-bahan makanan menjadi sangat mantap untuk disantap. Hari kedua aku terus menuntut keinginanku tak peduli dengan adek-adekku yang keanehan karena kakak nya lebih manja dari mereka, aku terus merengek mohon dikabulkan targetan makananku, namun karena kesibukan abi dan cuaca yang tidak mendukung terpaksa aku kembali harus menahan diri tetap bersikap tenang (meski sangat kecewa).  Mencoba mengalihkan perasaan aku membuka laptop kesayangan yang kuberi nama “Denok” melakukan apapun tanpa arah, untungnya tak lama seorang “teman” menelpon yang langsung ku angkat. Percakapan yang membuat eskalasi emosi meningkat, membuatku lupa sejenak akan kekecewaan ku malam itu, diruang tengah telepon rumah berdering dari percakapannya aku yakin itu abi. Tak lama aku dengar t’gie berteriak “ga,, kata abi jangan dulu tidur, abi lagi beli maranggi!” dengan senyuman seakan aku mau berteriak bahwa aku mempunyai ayah yang luar biasa! Hehehe…. Maranggi datang….! Dengan sumringah aku mengucapkan terimakasih  langsung menyantap tusukan daging sapi hangat yang dibumbui kecap, beberapa uli bakar yang berbentuk kotak, dan tak lupa sambal oncom! Wuih,,, tulisan saja tak bisa mewakili kenikmatan santapan ini kawan. Hehehe,,,   malam ini cipanas menjadi sangat menyenangkan.
Hari ketiga aku dirumah ada dua targetan lagi duren dan bubur t’gie,dengan semangat baja  aku siap untuk mengusahakan ini semua. Ku ajak kakak laki-laki ku untuk memburu duren didaratan Cipanas, aku percayakan sepenuhnya pada a’tho (sebutan aku untuknya) karena aku sama sekali tak faham tentang duren, yang penting santap mantap! Hehe,,, beberapa jam kemudian dua duren telah menebarkan baunya dimobil kami, wuih,,,, tak sabar rasanya, dengan kejailanku aku mencoba untuk mencomot satu biji duren, “hhmmmm koq ga manis a?” “ia itu yang paling lumayan” sedikit kecewa berharap duren kami yang kedua tidak mengecewakan. Sampai dirumah aku langsung berteriak bahwa duren telah tiba, sayang tak semua orang rumah ikut dalam kenikmatan ini karena mereka tidak suka duren, aku rasa kenikmatan hidup mereka berkurang karena tidak suka buah berduri ini. Penuh kekalapan aku menghabiskan 3 biji buah duren, padahal targetan awalnya hanya 2 karena perutku tak akan siap  untuk memakan lebih dari itu, aku berhenti sementara yang lainnya tetap melahap biji-biji duren yang masih tersisa.
Selesai menyantap duren, t’gie turut membahagiakanku dengan bubur buatannya, racikan yang sampai saat ini aku tak mengerti bagaimana dia membuatnya, tapi percayalah dari semua bubur yang pernah aku santap hanya bubur t’gie yang aku rindukan. Setiap kali mamakan bubur di Ciputat aku selalu membandingkannya dengan bubur buatan t’gie, membuat orang-orang jengkel karena mereka hanya mendengarkan  rasa enaknya dari ceritaku. Bubur  ini menghangatkan udara cipanas yang sangat dingin,meski tampilannya sederhana hanya terdiri dari bubur, sedikit potongan ayam dan ati, sambel, kacang dan kerupuk tak menutupi rasa yang sampai sekarang aku curiga dia menggunakan mantra-mantra untuk membuat rasa yang luar biasa di bubur ini. Sayang karena jarak antara duren dan bubur tak lama mengurangi kenikmatanku untuk menyantap lebih banyak bubur hangat ini.
Semua sudah terpenuhi, kini aku menemukan makna akan kerinduan ku terhadap rumah ini, bukan terletak pada makanan-makanan yang menjadi targetanku. Karena secara rasional  bisa saja aku langsung memenuhi keinginan-keinginan ku sendiri tanpa harus menunggu dipenuhi oleh orang rumah. Namun tahu orang rumah memanjakan dan berusaha untuk membantuku untuk memenuhi keinginanku ini menjadi moment berarti, membahagiakan, dan sangat menenangkan. Terkadang aku dibuatnya malu disaat apa yang aku lakukan tak sebanding dengan yang kudapatkan disarang kedamaianku, namun biarkanlah ini menjadi tekad ku yang baru bahwa semua yang kudapatkan disini harus menjadi semangat baru dalam perjuanganku ditanah rantau sana, karena aku menyayangi mereka dan selalu merindukan sarang kedamaianku. 



0 komentar:

Posting Komentar