Filosofi kursi
:mega dharwis
Salam hangat untuk pembaca, mohon ijin untuk memperkenalkan diriku. Boleh aku mulai? Aku anggap pembaca
memiliki jawaban klasik untuk menjawab “boleh, iya, atau silahkan”, ataupun
yang lainnya. Oleh karena itu aku akan memulai perkenalanku.
Aku adalah
benda yang pada umumnya berkaki empat. Namun dengan perkembangan zaman yang
memacu kekreatifan manusia, terkadang aku dijadikan 6,3,2,1 atau bahkan aku
dirancang tidak berkaki. Jika berbicara harga orang-orang menghargai sangat
beragam bisa murah atau bisa sangat mahal, terbukti dengan harga yang ditawarkan BANGGAR pada
saat renovasi ruang sidangnya aku dihargai puluhan juta! Ckck.. luar biasa
bukan? Atau bahkan aku menjadi tak berharga sama sekali. Ya… pada intinya dalam
bentuk apapun, selama aku masih diciptakan untuk tempat duduk, aku masih
disebut kursi.
Tau kah pembaca? dalam proses
pemanfaatannya atau penyebutannya, jati
diriku terkadang berubah-rubah. Aku bisa dianggap pribadi yang menyeramkan
hingga menjadi hal menakutkan, atau aku bisa manjadi hal yang menyenangkan
hingga aku menjadi rebutan. Membingungkan bukan? Perlu aku ulangi bahwa manusia
sangat kreatif dalam memanfaatkan keadaan. Baiklah aku akan memberikan berbagai
contoh untuk apa aku digunakan.
Jati diriku akan sangat
menyeramkan disaat aku disebut “kursi panas” di meja hijau. Menurut orang-orang
aku akan sangat dijauhi pada saat mereka harus duduk didepan para hakim dan
jaksa pada saat disidang. Hmmm,,, cukup masuk akal jika banyak orang menghindari untuk mendudukiku pada masa-masa aku
disebut “kursi panas”.
Sebaliknya aku akan menjadi
rebutan disaat jati diriku menyenangkan. Ya, mari kita mejelajahi nasib aku
dalam beberapa kasus. Kasus pertama, entah mengapa aku menjadi bahan rebutan
mereka yang berkampanye, mereka sih menyebutnya 1 kursi berharga untuk
perubahan bangsa. Padahal aku hanya kursi yang dipakai untuk mereka duduk di
MPR/DPR. Disaat mereka mendapati aku disana menjadikan mereka berada di lapisan
atas (kalangan elit). Padahal fungsi aku sama pada saat itu “untuk duduk”.
Kasus kedua, adalah pada saat aku
direbutkan oleh para mahasiswa/I yang
ingin melakukan ujian. Mereka akan datang sangat pagi hanya untuk menempatkan aku
pada posisi yang tepat untuk mereka duduki. Hanya dengan menaruh benda diatasku
sebagai bentuk tanda kalau aku sudah ditempati mereka akan menjadi sangat
tenang. “posisi menentukan prestasi” dijadikan slogan mereka, mereka akan duduk
disamping orang yang dianggap bisa memberikan mereka jawaban?! Hahahaha,… lucu
memang.
Dan masih banyak lagi jika pembaca
ingin mengenal aku lebih dekat. Namun pada intinya aku tetaplah hanya benda
untuk duduk. Berharga dan tidaknya aku tergantung pada siapa yang menduduki aku
dan dimana aku ditempatkan. Jangan merebutkan aku, karena aku tidak akan bisa
menjamin akan selalu pembaca dapatkan
untuk membuat mu berharga. Tapi jadikan lah aku berharga karena diduduki olehmu
dan orang lain akan mengikuti dimana pembaca duduk. Ya.. ini hanya tentang filosofi kursi, maka
jika pembaca mempunyai pemikiran lain tentang ku itu akan membantuku mengenal lebih dalam akan jati diriku.
0 komentar:
Posting Komentar